Representasi Nilai Feminisme dalam Film Mulan
Oleh: Ghevin Agung Nugraha*
Mendengar kata princess setiap orang semasa kecilnya menggambarkan itu sebagai seorang wanita anggun nan rupawan dan memiliki hati yang lemah lembut. Cinderella, Belle, Snow White merupakan idola favorit banyak orang sewaktu kecil. Namun, atensi dengan sosok princess yang memiliki karakter kuat dan berani, yaitu Mulan juga tidak teralihkan.
Melalui serial live action, Disney menghadirkan serial “Mulan” yang merepresentasikan perempuan sebagai sosok pejuang yang setara dengan laki-laki. Niki Caro, sang sutradara, membawa nilai-nilai feminisme ke dalam film dengan konsep kolosal. Film ini berusaha mengubah cara pandang atau stereotip di masyarakat terhadap perempuan. Budaya Cina yang menjadi latar belakang film ini memiliki adat dan tradisi masyarakat Tionghoa yang di kesehariannya masih terdapat perlakuan berbeda berdasarkan gender. Perempuan menurut tradisi yang berlaku adalah lambang kelembutan dan pembawa kehormatan untuk keluarganya.
Mulan sewaktu kecil sudah menyukai bela diri dan merupakan anak yang aktif serta ekspresif. Tumbuh besar menjadi perempuan yang cantik, Mulan harus membawa kehormatan bagi keluarganya dengan melakukan pernikahan atau perjodohan. Namun, hal itu gagal karena kekacauan yang ia buat. Dalam waktu yang sama, kaisar memanggil setiap laki-laki dari tiap keluarga harus bergabung dengan militer dalam rangka menyerang Pasukan Bori Khan bangsa Rouran.
Mengetahui hal tersebut, dengan nekat Mulan menyamar dan memasuki kamp serta mengikuti pelatihan sebagai laki-laki. Hingga identitasnya terungkap pada masa perang dan mengakibatkan ia diusir. Tak kenal menyerah, Mulan kembali ke dalam pasukan untuk memberitahu jenderal jika istana kaisar akan diserang. Mulan kembali dan menyelamatkan kaisar dengan mengorbankan pedang ayahnya. Kesetiaan, keberanian, dan kejujuran seorang Mulan sebagai prajurit membuat kaisar menawarkan Mulan untuk menjadi pengawal pribadinya. Namun, ia memilih untuk kembali ke desanya dan dipertemukan kembali dengan keluarganya. Utusan kaisar di bawah kepemimpinan Komandan Tung menghadiahkan pedang baru kepada Mulan dan meminta secara pribadi agar Mulan bergabung dengan pengawal Kaisar.
Dalam film ini, banyak sekali permasalahan ketimpangan gender yang ditunjukkan. Betapa tidak adilnya hidup Mulan, sebagai perempuan ia harus menjadi seseorang yang bukan dirinya. Perempuan diharuskan menjadi seorang istri yang lemah lembut, bukan seorang pejuang. Namun, Mulan bisa mematahkan stereotip dengan menjadi diri nya sendiri.
Ketimpangan gender menjadi salah satu permasalahan Hak Asasi Manusia (HAM) karena terjadinya diskriminasi peran dan kedudukan yang dalam film ini dirasakan oleh tokoh bernama Mulan. Pada dasarnya HAM menjunjung tinggi asas kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, untuk itu HAM tidak membenarkan adanya budaya patriarki yang memandang adanya perbedaan kedudukan, peran, dan kewajiban antara lelaki yang idealnya mengurus urusan non-domestik dengan perempuan yang mengurus urusan domestik (rumah tangga). Dalam kacamata HAM, siapa pun berhak mendapatkan pekerjaan dan kedudukan yang layak, mendapatkan pendidikan yang setara, serta memperoleh kehidupan yang sejahtera tanpa memandang jenis kelamin.
Film ini merepresentasikan beberapa aliran feminisme, yaitu feminisme liberal yang menitikberatkan pada kesempatan yang setara dan adil bagi perempuan di mana dalam film ini Mulan mempunyai kemampuan bahkan lebih hebat dibanding prajurit laki-laki jika ia diberi kesempatan yang sama dengan laki-laki. Kemudian, terdapat feminisme eksistensialis di mana terdapat dukungan terhadap perempuan untuk bebas memberi definisi makna keberadaannya di muka bumi, bukan menjadi objek, tetapi menjadi subjek. Mulan berhasil membuktikan hal tersebut dengan menjadi diri sendiri dan membawa kehormatan bagi keluarganya.
Tokoh Mulan merupakan komponen utama dalam menyampaikan pesan dan nilai feminisme yang terkandung di dalam film ini dengan menghadirkan sosok yang berbeda dari stereotip masyarakat terhadap perempuan. Upaya untuk mencerminkan kondisi masyarakat bahwa diskriminasi gender dapat diminimalisasi apabila stereotip tidak menjadi dasar lagi dalam hidup bermasyarakat.
Kedudukan laki-laki dan perempuan adalah setara, walaupun sifat antara laki-laki dan perempuan berbeda. Tidak seharusnya mengukur kehebatan dan kemampuan seseorang berdasarkan gender. Tidak hanya laki-laki yang bisa memimpin dan memutuskan suatu keputusan secara rasional, perempuan pun bisa.
Selain menentang stereotip, Mulan juga menunjukan perbedaan yang mendasar antara laki-laki dan perempuan. Bukan laki-laki yang bersifat maskulin atau perempuan yang feminin, tetapi setiap manusia bebas mengekspresikan sisi maskulin dan feminin dalam dirinya masing-masing tanpa perlu mementingkan stereotip di masyarakat.
Film sebagai media massa mengambil peran penting dalam menyebarkan informasi dan sebagai hiburan, serta dapat memberi pengaruh yang cukup besar pada perubahan opini di masyarakat. Disney mampu menyampaikan pesan dan nilai betapa pentingnya kesetaraan gender dalam kehidupan sosial lewat serial live action Mulan.
Hidup Korban, Jangan Diam, Lawan!
*Kontributor merupakan aktivis HAM yang tergabung dalam Amnesty International Indonesia Chapter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (AIICU)